Kamis, 17 Desember 2015

6 Nasehat Untuk Mahasiswa Molor
Alhamdulillah kita masih bisa merasakan bangku perkuliahan untuk mencari ilmu. Ada yang kuliah karena beasiswa, uang hasil kerja sendiri, atau masih dari orang tua, semua harus disyukuri. Suka duka kuliah itu bermacam-macam dan tiap orang pastinya punya pengalaman yang berbeda tentang itu. Kali ini saya akan mengambil satu fenomena dalam dunia kampus yaitu tentang mahasiswa yang molor kuliah. Tidak akan saya uraikan apa penyebab kemoloran tersebut karena setiap orang memiliki sebab yang berbeda-beda, dan di sini kita akan berbagi pesan agar mahasiswa yang sedang molor kuliah bisa tetap semangat dan tidak berputus asa untuk menyelesaikan studinya.
Nasehat 1: Jangan Disesali Secara Berlebihan

Penyesalan selalu muncul pada saat terakhir dari suatu peristiwa yang terjadi pada kita. Kita menyesal karena saat memasuki babak injury time kita masih ada di kampus, menyesal karena kenapa harus terjadi seperti ini. Nasehat saya, cukuplah kau sesali sebentar saja. Cukuplah sesal yang sedikit itu menjadi cambuk keras bagi kita untuk segera memperbaiki diri dan mengingatkan bahwa sudah saatnya kita kembali mengorientasikan diri pada masa depan.
Terlalu lama menyesali masalah ini hanya akan membuang waktu kita. Terlalu lama menyesali dengan keterpurukan seolah tidak ada lagi hal yang bisa diperbuat. Padahal lebih baik jika waktu itu dijadikan sebagai “aksi” untuk memperbaiki kesalahan yang kita sesali. Ingat, kau hebat bukan karena tidak pernah gagal, tapi kemampuanmu untuk bangkit dari kegagalan.
“Menyesal cukup sekali, tapi beraksi harus berulang kali”

Nasehat 2: Bertindak Mulai Saat ini



Beraksi, beraksi, beraksi sekarang juga. Tujuanmu tak akan pernah tercapai jika kau tidak bertindak sekarang juga. Bertindaklah walau itu hal yang mungkin dianggap sepele seperti NIAT dan TEKAD. Segera perbarui niatmua, perbesar tekadmu, dan langkahkan kakimu untuk meraihnya. Jawaban tak akan datang jika kau hanya berdiam diri tak tahu arah diri. Segera lakukan langkah awalmu dan percayakan bahwa Allah Azza Wa Jalla akan selalu membimbing.
Belum punya judul TA atau skripsi? Langsung cari referensi, tanya teman, tanya dosen, atau cari ide sendiri. Udah proses skripsi tapi belum selesai-selesai? Tetaplah kerjakan semaksimal mungkin karena kita tidak tahu di titik mana Allah akan memudahkan perjuanganmu. Intinya, mulailah perjuanganmu sekarang juga. Kalau ada kesalahan atau kegagalan, itu tandanya kesuksesanmu semakin dekat, Insya Allah.
“Setiap perjalanan panjang dimulai dengan sebuah langkah awal”





Nasehat 3: Percaya Diri



Percaya diri itu penting karena tanpa ada rasa PD semua terlihat menjadi sulit. Mau ke kampus tapi takut ditanyain tentang skripsinya, takut diomongin ini itu sama adik angkatan, takut diejekin temen seangkatan, dan semua pikiran negatif yang ada dipikiran kita. Contohnya:
adik angkatan: “Mas kok gak lulus-lulus sih??”
mahasiswa lama: “. . .” (hening).
Gara-gara satu pertanyaan itu besok-besoknya tidak mau kembali lagi ke kampus alias minder. Menurut saya sih paksa aja terus toh lama-lama biasa juga menghadapi pertanyaan-pertanyaan gitu walau kadang masih ada rasa “nyesek” sedikit tapi kita sudah bisa pegang kendali emosinya. Percaya dirilah, dengan menampakkan kepercayaan diri dukungan perlahan akan muncul. Yang semula cuma bertanya akhirnya memberi motivasi dan bisa jadi malah didoakan.
Semakin lama kita memendam rasa percaya diri, semakin berat beban yang kita bawa ke kampus nantinya. Bangkitkan kepercayaan diri sekarang juga selagi belum terlambat.
“Percaya diri bisa jadi salah satu kunci kesuksesanmu”



Nasehat 4: Fokus


Mahasiswa yang sedang TA atau skripsi itu banyak godaannya, terutama masalah pekerjaan. Tanggung jawab pekerjaan seringkali memaksa kita untuk meninggalkan sejenak skripsi yang tanpa kita sadari kita sudah terlalu lama meninggalkannya. Ini memang bukan hal mudah, tapi cobalah fokus untuk menyelesaikan sisa tanggungan di kampus agar tidak semakin menumpuk. Jika masih ada kuliah maka cepat selesaikan atau jika skripsi maka cobalah untuk mencicil sedikit demi sedikit.
Yang penting adalah FOKUS. Saat menyelesaikan tanggung jawab perkuliahan maka fokuslah pada hal itu sehingga setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan maksimal. Memang sulit tapi jika tidak dimulai dari sekarang mau kapan lagi? 
“Menguasai secara mendalam 1 atau 2 hal tertentu itu lebih baik daripada menguasai banyak hal tapi setengah-setengah”


Nasehat 5: Carilah Ilmu Sebanyak-banyaknya



Kuliah molor, kuliah tidak selesai-selesai, mau tidak mau kita harus menambah jatah waktu kuliah walau itu hanya tinggal segelintir SKS saja. Jangan sia-siakan waktu yang ada karena seringkali kita justru terlena karena banyaknya waktu senggang seiring tidak adanya jadwal perkuliahan lagi. Manfaatkan waktu dengan mencari ilmu sebanyak-banyaknya, bisa dengan memperdalam materi perkuliahan yang belum dikuasai, membangun relasi dengan orang lain, meningkatkan soft skill, dan masih banyak lagi. Dengan begitu saat lulus terlambat pun justru kita sudah punya banyak bekal ilmu yang siap untuk diamalkan di masyarakat.
Jangan kendorkan fokus terhadap tanggung jawab yang belum selesai, dan iringi apa yang dibutuhkan kelak untuk masa depan. Alangkah ruginya jika banyaknya waktu luang yang ada pada semester tua justru kita buat untuk bermain-main dan menyenangkan hasrat duniawi saja, padahal menambah kekurangan ilmu adalah konsekuensi atas keterlambatan kelulusan kita bukan? 
“Agar termotivasi untuk belajar, selalu anggaplah dirimu pemula ~Dewa Budjana~”



Nasehat 6: 3B = Berdoa Berusaha dan Bertawakkal


Terakhir dan yang paling ampuh sekaligus sesuatu yang mencakup dari inti semua nasehat yang ada. Apalagi kalau bukan 3B, Berdoa, Berusaha, dan Bertawakkal. Sungguh penentu nasib manusia adalah Allah dan manusia hanya bisa merubahnya dengan usaha dan doa atas izin-Nya. 3 hal ini sebenarnya adalah modal kekuatan terbesar dari apa yang kita tuju. Perihal doa sudah saya bahas di artikel  doa bukanlah alternatif dari perjuangan, maka doa adalah pengingat di saat kita lalai dan penguat hati di saat kita lemah. Berusaha memberikan yang terbaik atas apa yang kita kerjakan dan saat semua sudah dilakukan dengan maksimal maka selanjutnya adalah bertawakkal kepada Allah atas segala apa yang menjadi keputusan-Nya, subhanallah.
Tidaklah menjadi sia-sia kegagalan yang kita dapatkan selama Allah selalu memberikan hikmah yang besar di dalamnya, insya Allah. Maka kombinasi 3B ini cukuplah menjadi salah satu kerangka hidup kita dalam berjuang mendapatkan apa yang diinginkan.
Akhirul Kalam
Dari mahasiswa molor untuk seluruh mahasiswa di manapun berada. Ini saya buat bukan hanya untuk kalian, tetapi juga untuk diri saya sendiri. Sebagai pengingat bahwa apa yang saya tulis menjadi nasehat disaat saya kehilangan orientasi. Semoga bermanfaat buat teman-teman semua, dan semoga apa yang kita perjuangkan dicatat Allah sebagai suatu kebaikan di jalan-Nya. Aamiin
Wallahua’lam


Sabtu, 12 Desember 2015

Sejarah Perkembangan Saham di Dunia

LATAR BELAKANG TENTANG SAHAM.

Halo Saudara, saat ini kita mempelajari tentang saham. Saham itu sebenarnya apa sih?? Katakanlah dua buah toko kelontong dari kecil hingga besar ingin membuat sebuah unit usaha yang dinamakan perusahaan. Nah faktanya kedua toko itu harus menyertakan modal disetor, memprosesnya, membuat akte pendirian perusahaan atau PT. Modal yang disetor akan diubah menjadi surat-surat  yang disebut surat penyertaan. Jadi modal dalam bentuk uang itu diubah menjadi surat-surat yang penyertaan. Surat penyertaan itu disebut saham.

Ide dasar tentang saham adalah pembagian modal yang dibutuhkan untuk menjalankan sebuah usaha. Memulai sebuah usaha dari awal tidaklah mudah, ada resiko-resiko yang harus ditanggung oleh para pemilik modal dalam menjalankan usahanya. Dengan berbagi penyertaan modal, pada prinsipnya para pemilik modal juga berbagi resiko sehingga resiko yang ditanggung oleh masing-masing pemilik modal berkurang secara proporsional. Pemilik modal yang menyertakan modal lebih besar tentu menanggung resiko yang lebih besar, sebagai kompensasinya ia akan menerima keuntungan dengan proporsi lebih besar ketimbang pemilik modal lainnya. Agar penghitungan proporsi tersebut sah, dibuatlah lembaran dokumen persetujuan untuk menguatkan hak-hak para pemilik modal, yang sekarang dikenal sebagai lembaran saham.

Kaum Publican (± 3 SM): Aplikasi Bagi Hasil Pertama di Dunia

Ide tentang pembagian penyertaan modal dan pembagian keuntungan sudah dikenal sejak lama. Kita dapat menelusuri sejarah tentang saham hingga zaman Imperium Roma. Pada zaman tersebut, pemerintah Roma mengontrakkan layanan kepada sekelompok pengusaha swasta yang disebut kaum publican. Kaum Publican adalah kontraktor umum yang berperan sebagai penyedia jasa yang dibutuhkan oleh pemerintah, seperti mengurus persediaan dan logistik militer, mengelola pajak suatu wilayah atau pelabuhan, dan pengerjaan proyek pembangunan fasilitas umum.

Sistem yang berlaku dalam penentuan proyek kepada Kaum Pulican adalah sistem tender, dimana Kaum Publican memberikan penawaran harga kepada pemerintah. Sebagai contoh adalah pengelolaan pajak. Wilayah Imperium Roma terbentang luas dari Eropa, Timur Tengah dan Afrika Utara.  Pada saat itu pemerintah terfokus pada ekstensi wilayah jajahan dan penguatan militer, namun kekurangan sumber daya manusia untuk mengumpulkan pajak di wilayah yang luas tersebut, oleh karena itu pengumpulan pajak diserahkan kepada pihak swasta. Setiap beberapa tahun pemerintah melakukan lelang untuk pengumpulan pajak di daerah jajahannya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, pemenang dari lelang adalah orang yang dapat memberikan penawaran tertinggi pajak yang dapat dikumpulkan dari daerah tersebut. Pembayaran pajak kepada pemerintah dilakukan pada akhir tenggang waktu yang ditentukan, dengan nominal yang diajukan pada saat penawaran. Kaum publican yang melakukan pengumpulan pajak akan mendapatkan komisi dari pajak tersebut. Selain itu setiap kelebihan yang diperoleh dari pengumpulan pajak akan dihitung sebagai keuntungan, sebaliknya jika pengumpulan pajak ternyata lebih kecil daripada jumlah yang harus dibayarkan mereka harus menutupi kekurangan tersebut.

Sistem tersebut jelas memberikan resiko yang besar kepada kaum publican. Oleh karena itu Kaum Publican didominasi oleh kaum kapitalis yang memiliki modal. Selain itu, mereka sering membentuk kerjasama dalam melakukan pengumpulan pajak sehingga resiko yang ditanggung oleh masing-masing orang menjadi lebih kecil. Perjanjian kerjasama ini disebut "socii" untuk kerjasama yang melibatkan banyak pihak, dan "particulae" untuk kerjasama yang melibatkan sedikit pihak. Peran Kaum Publican berangsur-angsur berkurang setelah Imperium Roma berhenti melakukan ekspansi dan membenahi sistem birokrasi dalam pemerintahannya.

Stora Kopparberg (850-an s.d. sekarang):

Dokumen Saham Pertama di Dunia Eksploitasi tembaga di Falun, Swedia dilakukan sejak tahun 850-an oleh dan tambang tembaga mulai beroperasi sejak 1080 yang dikelola oleh penduduk lokal. Dokumen tertulis pertama yang menjelaskan tentang tambang tersebut dikenal sebagai Deed of Exchange tertanggal 16 Juni 1288. Dokumen ini disahkan oleh Raja Swedia, Magnus Biggerson. Uskup Kepala Uppsala dan tiga uskup lainnya. Dalam dokumen ini dijelaskan pembagian seperdelapan hasil dari tambang kepada  Peter, seorang Uskup dari VästerÃ¥s. Pada saat itu pengelolaan dan administrasi tambang bukan lagi dilakukan secara parsial oleh penduduk lokal, namun dilakukan oleh sebuah organisasi yang terorganisir dengan baik. Organisasi tersebut kebanyakan terdiri dari para Bangsawan Swedia dan pedagang-pedagang dari luar negeri, terutama pedagang-pedagang dari Lübeck, Jerman Utara yang banyak berinvestasi dalam pendirian tambang-tambang tersebut.

Dokumen lain yang dapat menggambarkan kondisi pada waktu itu adalah Charter of Privileges yang dikeluarkan oleh Raja Magnus Eriksson pada tahun 1347 yang mengatur perihal operasi tambang di Falun. Raja Magnus Eriksson membentuk organisasi pekerja tambang yang dikenal sebagai "Bergsmännen" yang artinya manusia gunung. Raja kemudian menunjuk empatbelas orang dari para pekerja tersebut untuk duduk dalam Dewan Tambang dan dua diantaranya ditunjuk menjadi Menteri Urusan Tambang. Tugas dari Menteri Urusan Tambang dan Dewan Tambang adalah untuk memastikan bahwa tambang tetap beroperasi sesuai dengan undang-undang.
Swedia menjadi negara superpower pada abad ke-17. Ekonomi Swedia digerakkan oleh tiga komoditi: tembaga, besi, dan tar, namun tembaga merupakan faktor yang paling berpengaruh. Sebagian besar hasil tambang tembaga diekspor ke luar negeri, tembaga Swedia bahkan memainkan peranan penting di pasar Eropa pada waktu itu. Saham perusahaan-perusahaan tambang di Swedia menjadi incaran para kaum kapitalis. Tahun 1616, Raja Gustav II Adolf mengeluarkan undang-undang yang membatasi jumlah saham yang beredar menjadi 1200 lembar dan jumlah kepemilikan saham menjadi 75 orang. Pada tahun 1619, perusahaan tambang pertama didirikan oleh pihak swasta, namun pihak kerajaan tetap memainkan peranan penting walaupun kepemilikannya dalam perusahaan tambang telah berkurang. Pada abad ke-18, pamor tembaga mulai meredup. Perusahaan-perusahaan tambang tembaga mulai beralih pada pengeksplorasian bijih besi dan mengakuisisi perusahaan-perusahaan tambang dan pengolahan besi.

Tahun 1862, seluruh perusahaan tambang dan tambang-tambang kecil yang dikelola oleh individu bergabung membentuk sebuah perusahaan swasta, Stora Kopparbergs Bergslag. Hal tersebut juga menandai akhir pengaruh pihak kerajaan dalam perusahaan tambang dan pembubaran Kementrian Pertambangan. Pada tahun 1888, Stora Kopparberg menjadi Aktiebolag (Perusahaan Terbatas milik publik), tiap lembaran saham yang seluruh berjumlah 1200 lembar dikonversikan menjadi masing masing menjadi 8 lembar saham senilai 1000 crown Swedia. Hal tersebut membuat nilai perusahaan menjadi 9,6 juta crown Swedia.

Sejarah mengenai Stora Kopparberg adalah sejarah mengenai akuisisi dan alih teknologi. Dalam pengelolaan tambang, perusahaan menyisakan tumpukan kayu hasil pembukaan lahan untuk pertambangan. Untuk mengoptimalkan kayu tersebut, Stora Kopparberg mengakuisisi sebuah usaha penggergajian kayu di Skutskär pada tahun 1885. Pada tahun 1888, perusahaan membangun pembangkit listrik di Kvarnsveden falls untuk menyuplai kebutuhan listrik pengolahan baja di Domnarvet, dan pengolahan kertas yang dibangun belakangan pada tahun 1900. Untuk menambah produksi bijih besinya, Stora Kopparberg mengakuisisi Gysinge Bruks Aktiebolag (1905), Söderfors Bruk Aktiebolag (1907), Gammelstilla, Strömsbergs, Västlands, Hillebola, dan Ullfors (1910-1920).

Pengakuisisian tambang-tambang dan pengolahan-pengolahan bijih besi tersebut juga meningkatkan suplai bahan baku untuk penggergajian kayu dan pengolahan kertas yang dimiliki oleh perusahaan. Pada tahun 1956 produksi tambang besi mencapai 400 ribu ton per tahun, dan produksi hasil hutan mencapai 175 ribu ton per tahun. Stora Kopparbergs terus mengembangkan sayapnya dengan membangun pabrik-pabrik di luar negeri. Pada tahun 1984. Stora Kopparbergs membangun Newton Falls Paper Mill di New York, Amerika, pada tahun yang sama juga perusahaan mengadopsi nama STORA sebagai identitas perusahaan.

Sementara produksi tambang mulai menurun, STORA tetap melakukan merger dengan perusahaan-perusahaan besar penghasil produk-produk hasil hutan di Eropa. Hingga pada awal tahun 1990-an, Manajemen STORA memutuskan untuk berfokus kepada pengolahan produk-produk kehutanan dan mendivestasikan perusahaan-perusahaan yang tidak terkait dengan produk intinya. Pada tahun 1998 STORA melakukan merger dengan perusahaan pengolah hasil hutan dari Finlandia, Enso Oyj, dan berubah nama menjadi Stora-Enso Oyj. Berpusat di Helsinski, dengan jumlah pegawai lebih dari 46.000 orang, Stora-Enso Oyj sekarang ini menjadi perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia dalam konteks kapasitas produksi, kelima terbesar di dunia dalam konteks pendapatan, sekaligus sebagai perusahaan terbuka tertua di dunia yang masih beroperasi hingga sekarang.
Vereinigte Ostindische Compagnie (VOC) - (1602-1799): Pasar Modal Pertama di Dunia
Sejak Vasco Da Gama mempelopori rute perdagangan dari Eropa ke India pada akhir abad ke-15, hubungan perdagangan antar bangsa-bangsa di Eropa dengan bangsa-bangsa di Asia semakin erat. Spanyol dan Portugis yang pertama kali melakukan perdagangan antar bangsa tersebut tampil sebagai penguasa rute perdagangan, sekaligus sebagai penguasa tanah jajahan di Asia dengan semboyan Gold, Glory, dan Gospel. Rempah-rempah yang berasal dari Asia, terutama lada, menjadi komoditi utama perdagangan pada saat itu. Para pedagang melakukan perdagangan kontrak berjangka kepada para retailer yang kemudian mendistribusikannya ke negara-negara Eropa lainnya.

Dengan sistem kontrak berjangka tersebut membuat para retailer harus menanggung resiko atas pengiriman dari Asia ke Eropa, seringkali kualitas dan kuantitas yang diterima oleh para retailer tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati di awal. Pada akhir abad ke-16, para pedagang dari Belanda, sebagai retailer terbesar rempah-rempah pada saat itu, memutuskan untuk mengambil alih perdagangan rempah-rempah yang dikuasai oleh Portugis dan Spanyol. Mereka kemudian bergabung membentuk Brabantse Compagnie, Rotterdamse Compagnie, dan  Compagnie van Verre. Akibat dari keputusan tersebut, persaingan antara para pedagang-pedagang di Eropa menjadi semakin ketat. Ketika persaingan antar pedagang memanas, pihak pemerintah turut campur dengan mempersenjatai armada-armada yang dikirimkan dalam misi dagang, akibatnya perang antar negara-negara di Eropa tidak terelakkan lagi. Hasilnya harga rempah-rempah menjadi jatuh.

Penurunan harga rempah-rempah dan ketidakamanan dalam perdagangan memaksa para pengusaha Belanda untuk bekerjasama dan bergabung menjadi sebuah perusahaan. Pada tanggal 20 Maret 1602, atas saran Gubernur Jendral Prinz Johann Moritz von Nassau (1606 - 1679), tiga perusahaan besar di Belanda bergabung membentuk sebuah perusahaan berskala nasional yang dikenal sebagai "Vereinigte Ostindische Compagnie" (VOC). Pada mulanya VOC membuka enam kantor cabang: Amsterdam sebagai kantor pusat perdagangan, Seeland, Delft, Rotterdam, Hoorn dan Enkhuizen. Setiap cabang menunjuk calon Direksi hingga berjumlah 75 orang sebagai perwakilan, dari ke-75 calon ini dipilih 17 orang yang menjadi Direktur Eksekutif perusahaan.
Modal awal yang disertakan dalam pembentukan perusahaan tersebut adalah sebesar 6.424.588 Guilders, jumlah yang besar pada saat itu. Kunci sukses VOC dalam penggalangan modal adalah keputusan yang diambil oleh para pemilik untuk membuka akses kepemilikan saham kepada publik. Lembaran-lembaran saham tesebut terjual dengan cepat dengan harga nominal 3000 Guilders, dan dapat diperjualbelikan. Harga nominal tersebut tidak ditentukan oleh pemerintah, namun oleh perusahaan independen yang berperan sebagai reseller dalam memperjualbelikan saham tersebut. Penjualan dan pembelian sertifikat saham VOC dikelola oleh dua direktur, yang berpusat di Amsterdam. Oleh karena itu Amsterdam Kontor yang merupakan kantor pusat VOC dikenal sebagai Pasar Modal pertama di Dunia. Selain itu, VOC juga menerbitkan sertifikat obligasi dengan jangka waktu 3 sampai dengan 12 bulan untuk menutupi kebutuhan operasinya.

Kerajaan Belanda memberikan keistimewaan hak-hak kepada VOC dalam melakukan operasinya, seperti: Hak eksklusif untuk berdagang di Tanjung Harapan, hak untuk bernegosiasi tanpa mediasi pemerintah pusat, hak untuk mengeluarkan kontrak dan beraliansi, hak untuk mencetak koin dan mata uang sendiri, serta hak untuk membangun benteng-benteng, menunjuk gubernur, dan membentuk pasukan tentara di daerah jajahan Belanda. Dengan pemberian hak-hak istimewa tersebut, VOC menjadi sebuah "negara dalam negara" dan memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang sangat besar. Daerah kekuasaannya meliputi Pulau Jawa, Kepulauan Maluku, Kepulauan Banda, Ternate, Makasar, Ceylon, dan Tanjung Harapan.

Perusahaan tersebut terus berkembang walaupun terjadi beberapa kerugian-kerugian kecil yang dikibatkan oleh pembajakan di Laut Cina Selatan, cuaca buruk, persaingan dengan pedagang Eropa lainnya, pencurian, dan wabah penyakit yang menyerang awak armada dagangnya. Sampai pertengahan abad ke-18, VOC berhasil menjadi perusahaan monopoli terbesar pada waktu itu. Selama beroperasi, VOC memiliki 150 armada dagang, 40 kapal perang, 20.000 pelaut, 10.000 tentara, dan lebih dari 50.000 penduduk sipil yang dipaksa untuk bekerja pada perusahaan. Perkembangan tersebut juga mendorong pertumbuhan harga saham perusahaan. Pada awal mula perdagangannya, saham VOC telah meningkat 10-15% diatas nilai nominalnya; pada tahun 1622 harganya meningkat 3 kali lipat; dan pada tahun 1721 meningkat hingga 12 kali lipat.

Kerugian paling besar disebabkan oleh inefisiensi dan korupsi yang menjalari tubuh perusahaan. Karena mis-manajemen, VOC terpaksa ditutup dan dinyatakan bangkrut pada tanggal 31 Desember 1799. Pada saat itu nilai sahamnya hanya sebesar 25% dari nilai nominalnya. Pada akhir hayatnya, VOC meninggalkan hutang hingga 110 juta Guilders yang dibebankan kepada pemerintah Belanda. Oleh karena itu, saat ini istilah VOC lebih dikenal sebagai kepanjangan dari Vergann Onder Corruptie yang artinya "hancur karena korupsi".
Pasar Modal di Amerika: Pertumbuhan, Resesi, dan Alih Teknologi

Kebanyakan perdagangan saham dan sekuritas didominasi oleh perusahaan armada perdagangan dan perdagangan rempah-rempah pada masa-masa awal berdirinya pasar modal. Seperti yang telah disebutkan Belanda merupakan tempat berdirinya Pasar Modal pertama di dunia, lalu diikuti oleh Portugis, Spanyol, Perancis, dan Inggris. Dengan masuknya bangsa Inggris, yang memiliki armada perang terkuat di dunia pada saat itu - the British Royal Navy - dalam percaturan perdagangan rempah-rempah dunia, maka lalu lintas perdagangan mulai beralih ke Inggris.

Pasar Modal London memulai debutnya dari pasar terbuka (outdoor market) di jalan Exchange Alley. Di jalan tersebut para broker melakukan transaksi jual beli saham-saham perusahaan-perusahaan perkapalan dan perdagangan Inggris. Pada tahun 1725, transaksi mulai beralih dari jalanan ke kedai kopi Jonathon's Coffee House, perdagangan saham pada saat itu masih bersifat non-formal, baru setelah sistem perdagangan dibakukan pada tahun 1773, administrasi perdagangan saham menjadi lebih tertata dan namanya berubah menjadi The Stock Exchange.
Sistem perdagangan saham dikenalkan di Amerika oleh pendatang-pendatang dari Inggris di wiayah koloninya. Pada mulanya perdagangan saham pada koloni Inggris masih terpusat di London. Namun setelah Revolusi Amerika, dan kelahiran United States of America, semua hubungan diplomatik maupun perdagangan antar Amerika dan Inggris terputus, termasuk semua yang terkait dengan pasar finansial Inggris. Alexander Hamilton, Sekretaris Bendahara (Secretary of the Treasury) pertama Amerika melihat urgensi pendirian pasar modal yang independen di Amerika. Berdasarkan pengalamannya mempelajari pasar modal di Inggris, Hamilton percaya bahwa pasar modal merupakan hal yang esensial dalam membangun dan menjaga kestabilan ekonomi sebuah negara. Selama periode jabatannya, 1789 sampai dengan 1795, ia dedikasikan untuk mempromosikan pembangunan Pasar Modal di Amerika

Atas prakarsa Alexander Hamilton, saham-saham tiga bank besar di Amerika mulai diperjualbelikan, walaupun pada saat itu pasar modal belum lagi terbentuk. Saham-saham tersebut adalah saham the Bank of North America (1781), Bank of New York (1784), dan the First Bank of the United States (1791). Saham-saham ini diterbitkan untuk membayar hutang perang revolusi yang ditanggung oleh the Continental Congress.
Seperti halnya pendahulunya di Inggris, pasar modal di Amerika dimulai di luar ruangan. Pada tahun 1792, John Sutton, Benjamin Jay, dan 22 pemimpin finansial menandatangani kesepakatan pembetukan pasar modal di Amerika. Kesepakatan tersebut ditandatangani di bawah pohon buttonwood di Castle Garden (sekarang Battery Park) dan berisi tentang aturan main, regulasi, serta biaya yang akan dibebankan dalam setiap transaksi. Mereka menamakan organisasi ini The Stock Exchange Office. Organisasi ini bersifat eksklusif, hanya orang-orang tertentu yang menonjol dalam komunitas finansial yang diperkenankan untuk bergabung, dan wanita merupakan kaum yang termarginalkan dalam organisasi ini.
Perdagangan saham di Amerika kemudian berkembang dengan pesat, sehingga pasar modal yang menjadi pusat transaksi menjadi penuh sesak. Pada tahun 1817, para broker saham di New York membentuk the New York Stock & Exchange Board dan meindahkan tempat transaksi ke gedung No.40 di Jalan Wallsteet. Pada tahun 1863, nama organisasi tersebut berubah menjadi the New York Stock Exchange (NYSE) dan berpindah lagi di pusat transaksinya ke gedung di persimpangan Jalan Wallstreet dan Broad Street, hingga hari ini NYSE tetap beroperasi dilokasi tersebut.

Meningkatnya perdagangan saham terjadi seiring dengan berkembangnya ekonomi Amerika dan bertambahnya jumlah perusahaan di Amerika. Pada tahun 1800, Amerika hanya memiliki 295 korporasi besar, diman 20 diantaranya diperdagangkan sahamnya di pasar modal. Pada tahun 1835, perusahaan yang terdaftar di NYSE berkembang menjadi 121 perusahaan, kebanyakan diantaranya adalah perusahaan kereta api yang berkembang pesat pada era tersebut. Pada tahun 1869, jumlah perusahaan yang terdaftar di NYSE bertambah menjadi 145 perusahaan, jenis industrinya pun bermacam-macam, mulai dari perusahaan asuransi, baja, perlengkapan pertanian, perkebunan tembakau, dan perusahaan manufaktur lainnya.
NYSE mengadopsi skala Dow Jones Industrial Average (DJIA), atau lebih dikenal dengan Indeks Dow Jones. Nama tersebut diambil dari gabungan Charles Dow dan Edward Jones, dua reporter yang kemudian mendirikan perusahaan penerbitan Dow Jones & Company pada tahun 1882. Perusahaan tersebut menerbitkan surat kabar The Wallstreet Journal yang berfokus kepada isu-isu finansial dan mengamati dengan seksama pergerakan harga saham yang diperdagangkan di NYSE. Wallstreet Journal kemudian membentuk sebuah indeks yang terdiri atas 11 perusahaan kereta api, dan pada tahun 1896 diperluas menjadi rata-rata industri yang kemudian diadopsi oleh NYSE sebagai indeks rata-rata saham-saham papan atas.

NYSE bukanlah satu-satunya pasar modal di kota New York. Pada awal pengembangannya, aturan mengenai pendaftaran perusahaan pada NYSE sangat ketat, setiap perusahaan dikenai ongkos sebesar $25 agar bisa terdaftar di NYSE. Banyak pemilik perusahaan menengah yang hendak mengembangkan usahanya dengan menjual sebagian kepemilikan sahamnya kepada publik terbentur dengan aturan yang berlaku. Pada tahun 1842, sebagian broker mencoba memfasilitasi pasar perusahaan menengah tersebut dengan membentuk the New York Curb Exchange, yang kemudian berubah menjadi American Exchange (AMEX), namun hingga kini  julukan Curb Market tetap melekat kepada AMEX.  Perdagangan saham di Curb Market pada mulanya dilakukan di halaman gedung tempat NYSE berada. Hal tersebut tetap berlangsung hingga akhirnya AMEX menempati gedung baru di Trinity Place, New York pada tahun 1921.

Tahun 1920-an merupakan tahun tahun keemasan teknologi bagi sejarah Amerika, yang kemudian dikenal sebagai Roaring Twenties. Berbagai inovasi seperti radio, otomotif, penerbangan, telefon, dan pembangkit listrik mulai dikembangkan dan diterapkan secara luas di Amerika. Perusahaan-perusahaan teknologi seperti Radio Corporation of America (RCA) dan General Motors menjadi pionir dalam pasar finansial Amerika, tidak ketinggalan perusahaan finansial yang menangani transaksi perdagangan dan investasi seperti the Goldman Sachs Trading Corporation turut menjadi motor penggerak perekonomian di Amerika.
Bank-bank di Amerika mencoba memanfaatkan hal tersebut dengan memberikan kredit sebanyak-banyaknya kepada perusahaan-perusahaan tanpa melakukan analisis terhadap kelayakan usaha. Struktur hutang yang timpang menggandakan resiko kebangkrutan perusahaan, namun hal tersebut tersamarkan dengan pertumbuhan ekonomi Amerika yang pesat. Pada tahun 1929, Adolf Miller, Presiden the Federal Reserve Board, mengeluarkan kebijakan uang ketat dan menaikkan suku bunga pinjaman secara agresif. Akibatnya banyak perusahaan yang memiliki struktur hutang yang buruk menjadi kesulitan dalam membayarkan kewajiban hutangnya. Hal tersebut diperparah dengan aksi profit taking yang dilakukan oleh para investor di sektor finansial. Berbagai pencetus tersebut kemudian menyebabkan krisis ekonomi terburuk yang pernah dialami oleh Amerika dan mengakibatkan depresi ekonomi yang berkepanjangan.

Hari Selasa, tanggal 29 Oktober 1929, tercatat sebagai hari terburuk dalam sejarah finansial bangsa Amerika, yang kemudian dikenal sebagai Black Tuesday. Krisis dimulai pada hari sebelumnya tanggal 28 Oktober, terjadi aksi profit taking besar-besaran yang menyebabkan Indeks Dow Jones turun menjadi 12.8%. Transaksi yang terlalu besar menyebabkan sistem pita penghitung (the ticker tape system) menjadi kelebihan beban dan rusak, padahal peranan pita penghitung tersebut amat vital sebab menjadi satu-satunya sumber informasi investor tentang harga saham terkini. Investor pun mencoba mencari informasi melalui telefon dan telegraf yang menyebabkan kelebihan kapasitas dari kedua jaringan tersebut. Praktis pada hari itu terjadi kebuntuan informasi yang membawa investor dalam kondisi kegamangan.

Keesokan harinya terjadi kekacauan di lantai bursa. Investor yang tidak mengetahui perkembangan informasi tentang pasar finansial, dan terdorong oleh resiko yang semakin besar akibat berlakunya sistem margin trading, berbondong-bondong menjual saham-saham yang mereka miliki. Dalam dua jam, nilai saham-saham papan atas turun hingga lebih dari separuhnya, dan dalam dua minggu Indeks Dow Jones turun hingga 40%. Amerika Serikat baru bisa keluar sepenuhnya dari krisis pada tahun 1932 setelah kehilangan sekitar 89% nilai saham-saham perusahaan publik dari puncak keemasannya.

Dalam rangka mengembalikan kepercayaan investor pada pasar modal, Kongres Senat Amerika Serikat mengeluarkan the Securities Act pada tahun 1933, yang mengatur perihal operasional dan sistem yang berlaku pada pasar modal. Dan pada tahun 1934, dibentuk Securities and Exchange Commission (SEC) yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut. SEC terdiri dari lima orang komisioner yang ditunjuk oleh Presiden Amerika Serikat dan disahkan oleh senat, Joseph P. Kennedy ditunjuk menjadi ketua komisi pertama SEC masa bakti 1934-1935.  Guna melindungi investor dari aksi kejahatan finansial, SEC mewajibkan setiap perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek untuk melaporkan keuangan perusahaan yang telah diaudit, serta mengawasi setiap peralihan kepemilikan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat.
Tahun 1971 menandai babakan baru dalam sejarah pasar modal. National Association of Securities Dealers (NASD) memperkenalkan National Association of Securities Dealers Automated Quotation (NASDAQ) yang sepenuhnya menerapkan prinsip pasar modal elektronis untuk pertama kalinya. Semua data kepemilikan saham dan transaksi keuangan dikonversikan menjadi data-data elektronik yang disimpan dalam satu mainframe computer. Perdagangan saham tidak lagi dipusatkan dalam satu tempat, namun dapat dilakukan dari mana saja asalkan terhubung dengan sistem NASDAQ, suatu konsep yang istimewa mengingat pada saat itu koneksi internet belum lagi ada dan teknologi tidak secanggih sekarang. Sistem yang demikian dikenal dengan istilah over-the-counter (OTC). Saham-saham yang diperdagangkan oleh NASDAQ kebanyakan berupa saham-saham perusahaan teknologi seperti IBM, Microsoft, Intel, Cisco, dan lain sebagainya, oleh karena itu Indeks yang dipakai oleh NASDAQ sebagai patokan pergerakan saham-saham yang tergabung di dalamnya dikenal sebagai Indeks Teknologi NASDAQ. Saat ini NASDAQ bahkan telah mensponsori global stock market dengan membuka cabang di berbagai daerah di luar negeri, diantaranya Kanada dan Jepang, serta berasosiasi dengan pasar modal Hongkong dan Eropa.

SAHAM DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN

Sistem bagi hasil sebagai bentuk kompensasi kepada karyawan telah berlangsung sejak lama. Pada zaman feudalisme, para tuan tanah menyadari bahwa memperkerjakan budak untuk mengurus ladang dan perkebunan tidak ekonomis. Mereka tetap mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memelihara dan memberi makan budak-budak tersebut, namun disisi lain para budak tidak pernah menunjukkan antusiasme mereka dalam melakukan pekerjaan, sehingga produktivitas mereka rendah. Sistem perbudakan lalu dihapuskan, para tuan tanah lalu memperkerjakan buruh tani dan buruh ladang yang diupah dengan menggunakan sistem bagi hasil. Namun sistem ini dirasakan tetap tidak manusiawi karena proporsi yang didapatkan oleh para buruh tani tidak sebanding dengan proporsi yang diterima para tuan tanah tersebut, selain itu jumlah penghasilan yang diterima oleh para buruh tani tidak menentu sehingga menimbulkan ketidakpastian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pada zaman merkantilisme, sistem bagi hasil diganti menjadi sistem upah tetap (fix income) yang regulasinya diatur oleh pemerintah.

Walaupun sistem bagi hasil dianggap usang dan tidak manusiawi, tidak berarti sistem tersebut hilang begitu saja. Hingga zaman Revolusi Industri sistem ini masih diterapkan oleh perusahaan-perusahaan kecil dan perusahaan-perusahaan keluarga, tentu saja dengan proporsi yang lebih adil.  A. R. J. Turgot, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Perancis, adalah salah seorang yang melihat keuntungan dari sistem bagi hasil ini. Pada tahun 1775 beliau menerapkan sistem bagi hasil dengan struktur proporsi yang lebih baik di perusahaan pengecatan rumah Maison Leclaire.  Sistem bagi hasil yang diterapkan pada perusahaan tersebut berbentuk tunai yang langsung dibayarkan kepada para pekerjanya. Perusahaan yang pertama kali memberlakukan sistem bagi hasil di Amerika Serikat adalah New Geneva, PA - sebuah perusahaan yang memproduksi barang pecah belah - yang dipimpin oleh Albert Gallatin pada tahun 1794. Sistem ini bejalan efektif dan terbukti mampu meningkatkan kinerja para pekerja perusahaan tersebut, namun belum banyak perusahaan yang terorganisir menerapkan sistem bagi hasil tersebut.

Ide tentang penerapan sistem bagi hasil kemudian digagas lagi oleh Chaler Babbage (1792-1871) melalui bukunya On the Economy of Machinery and Manufactures yang diterbitkan pada tahun 1832. Dalam buku tersebut Babbage menyatakan bahwa pekerja dan pemilik perusahaan harus memperoleh keuntungan mutual, oleh karena itu para pekerja harus menikmati sebagian keuntungan dari perusahaan melalui pemberian bonus kerja selain gaji yang telah mereka terima. Babbage mengklaim bahwa dengan menerapkan sistem tersebut baik pekerja maupun pemilik perusahaan akan memperoleh keuntungan karena setiap pekerja akan mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan, dan oleh karena itu mereka akan bekerja lebih baik dan mencegah setiap tindakan yang akan merugikan perusahaan agar bonus yang mereka terima meningkat. Selain itu tidak akan ada lagi konflik kepentingan antara pihak manajemen dan pekerja karena semuanya memiliki kepentingan yang sama.

Gagasan Babbage diterima oleh banyak pihak dan bahkan dikembangkan sehingga memiliki banyak variasi sistem insentif. Henry R. Towne menyarankan untuk memberikan insentif dengan sistem bagi hasil yang dibagikan secara proporsional per departemen, sementara Frederick A. Hasley lebih memilih untuk dibagikan secara proporsional menurut kinerja seseorang. Banyak perusahaan besar mulai menerapkan sistem bagi hasil melalui pemberian bonus kepada karyawannya, setidaknya terdapat 30 perusahaan besar yang menerapkan sistem ini termasuk  John Wannamaker Dry Goods, Pillsbury Flour, Yale and Towne, Proctor and Gamble (1887), Sears (1916), Kodak, dan Johnson's Wax (1917).
Pada saat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat menggeliat pada tahun 1920-an, banyak pengusaha mengalihkan sistem insentif yang diberikan kepada karyawannya, dari berbentuk bagi hasil tunai menjadi sistem kepemilikan saham perusahaan melalui program employee stock ownership plans (ESOPs). Dengan memiliki sebagian saham perusahaan, para pekerja memperoleh tambahan penghasilan melalui dividen yang dibagikan setiap tahun, bahkan setelah mereka tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut. Selain itu mereka juga dapat menjual saham yang mereka miliki di pasar modal. Sistem ESOP ini juga disukai oleh para pemilik perusahaan karena, walaupun proporsi kepemilikan mereka berkurang, dengan menerapkan sistem ESOP perusahaan mendapatkan berbagai potongan dan keringanan pajak.

Namun peristiwa Black Tuesday yang diikuti depresi yang berkepanjangan membuat sistem ESOP ini gagal. Memiliki saham pada saat itu bagaikan memakan buah simalakama, banyak pemilik saham yang menyesal karena saham yang mereka miliki tidak lagi berharga, sementara bagi pemilik saham yang telah menjual saham mereka sebelum Black Tuesday juga tetap tidak merasakan manfaat dari hasil penjualan tersebut karena tergerus inflasi yang sangat tinggi dan sebagian hilang bersama bank-bank yang dilikuidasi. Akibatnya ESOP tidak lagi diminati, hasil survey pada tahun 1934 yang diselenggarakan oleh the National Industrial Conference Board menyebutkan bahwa 42 % perusahaan telah berhenti menggunakan sistem ESOP, pada tahun 1937 meningkat menjadi 69%, dan pada tahun 1939 hanya tersisa 37 perusahaan yang masih menerapkan sistem ESOP. Sistem ESOP kembali digunakan oleh perusahaan setelah ekonomi Amerika Serikat mulai pulih pada tahun 1940-an, dan menjadi trend pada tahun 1950-an.

Pada tahun 1974 Kongres Amerika Serikat meloloskan Employee Retirement Income Security Act (ERISA) yang mengatur tentang standar minimum untuk program pensiun bagi perusahaan swasta dan pengurangan pajak terkait dengan penerapan program kesejahteraan karyawan. ERISA-lah yang kemudian mendasari dikeluarkannya Internal Revenue Code (IRC) pada tahun 1978 yang merupakan prosedur standar sistem penetapan pajak oleh Internal Revenue Service (IRS). Pasal 401(k) adalah salah satu pasal dalam IRC yang terkenal, pasal tersebut mengatur tentang penyelenggaraan program pensiun yang layak bagi karyawan melalui sistem bagi hasil dan bonus saham. Dengan adanya insentif pajak tersebut, banyak perusahaan yang tertarik menerapkan program 401(k) dengan mengikutsertakan karyawannya dalam reksadana. Huges Air Craft Company adalah perusahaan pertama yang menerapkan program 401(k) pada tahun 1978, diikuti oleh Johnson & Johnson, FMC, PepsiCo, JC Penney, Honeywell, Savannah Foods & Industries, dan Coates, Herfurth, & England.
Dengan mengaplikasikan sistem bagi hasil, baik secara tunai maupun berbentuk bonus saham, perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan karyawannya. Hingga saat ini, program ESOP maupun 401(k) masih tetap banyak digunakan perusahaan-perusahaan di Amerika. Tercatat lebih dari 12 juta karyawan ikut serta dalam program ESOP pada tahun 2005 dan sekitar 42,4 juta karyawan disertakan dalam program 401(k) pada akhir tahun 2003, beberapa bahkan mendiversifikasikan beberapa program melalui reksadana baik atas inisiatif pribadi maupun secara kolektif oleh perusahaan.

Perkembangan pasar modal di Indonesia

Di Indonesia melalui web Bursa Efek Indonesia dipaparkan sebagai berikut.
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
1914 - 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
1925 - 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
1942 - 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
1956 - 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
1977 - 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
1988 - 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.
Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang -Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Demikianlah penjelasan kami mengenai definisi sederhana mengenai saham, sejarah perkembangan saham di dunia dan Indonesia. Mari kita lanjutkan pembahasan kita lebih lanjut mengenai saham. Jangan keburu mengantuk yah, hehehe.....

Kamis, 01 Oktober 2015


Makalah Good Corporate Governance
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kita sering mendengar banyak perusahaan yang terpuruk karena tata pemerintahan sebuah perusahaan tersebut tidak baik sehingga banyak fraud ataupraktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terjadi, sehingga terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, yang mengakibatkantidak ada investor yang mau membeli saham perusahaan tersebut. artinya,bisa dikatakan jika perusahaan tersebut tidak menerapkan Corporate Governance dengan baik. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara. Good Corporate Governance dimaksudkan agar tata kelola perusahaan baik sehingga bisa meminimalisir praktek-prakter kecurangan.
Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relative tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi  penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang  berpengaruh tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis dan bahkan cenderung kriminal-yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut; disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang buruk.
Dalam corporate governance selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas, lengkap, dan tertulis ? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak ? Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.




1.2  Rumusan Masalah
1.      Latar belakang munculnya GCG ?
2.      Pengertian GCG ?
3.      Prinsip GCG ?
4.      Manfaat GCG ?
5.      GCG dan hukum perseroan di Indonesia ?
6.      Organisasi khusus dalam penerapan GCG ?
7.      GCG dalam BUMN ?
8.      GCG dalam pengawasan pasar modal ?
9.      GCG perbankan Indonesia ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui latar belakang munculnya GCG
2.      Untuk mengetahui pengertian GCG
3.      Untuk mengetahui prinsip GCG
4.      Untuk mengetahui manfaat GCG
5.      Untuk mengetahui GCG dan hukum perseroan di Indonesia
6.      Untuk mengetahui Organisasi khusus dalam penerapan GCG
7.      Untuk mengetahui GCG dalam BUMN
8.      Untuk Mengetahui GCG dalam pengawasan pasar modal
9.      Untuk mengetahui GCG perbankan Indonesia

1.4  Manfaat Penulisan
·         Dalam penyusunan makalah ini, kami tim penulis atau kelompok yang membahas tentang Good Corporate Governance (GCG) , berharap dalam makalah ini bisa bermanfaat untuk jangka panjang maupun jangka pendeknya sebagai informasi yang sangat berharga.
·         Dalam Good Corporate Governance (GCG) pun dapat diambil banyak manfaatnya, dengan menata atau mengelola perusahaan dengan baik agar terhindar dari adanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang dapat merugikan perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar belakang munculnya GCG
Good Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relative tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi  penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang  berpengaruh tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis dan bahkan cenderung kriminal-yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut; disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang buruk.

Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah krisis ekonomi di suatu negara, dan timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yangmana mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa perusahan besar dan ternama dunia; disamping juga menyebabkan krisis global dibeberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002; undang-undang dimaksud berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara.

Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup :
a.            hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,
b.            peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya,
c.            pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
d.            transparansi terkait dengan struktur dan  operasi perusahaan,
e.            tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan.


2.2 Pengertian GCG

Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes, 2006). Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya:

1.            Cadbury Committee of United Kingdom
A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the goverment, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled.

2.            Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)
FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.

3.            Sukrisno Agoes (2006)
Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.

4.            Organization for Economics Cooperation and Development (OECD)
(dalam Tjager dkk, 2004)
The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining those objectives and monitoring performance. [Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.

5.            Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)
Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara  manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, pada intinya konsep GCG mengandung pengertian yang berintikan 4 point, yaitu:
1.      Wadah
Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan).
2.      Model
Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang meladasi praktik bisnis yang sehat.

3.  Tujuan
a.       Meningkatkan kinerja organisasi,
b.      Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan,
c.       Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan  organisasi,
d.      Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan.
4.      Mekanisme
Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang,
dan  tanggung jawab :
a.       Dalam arti sempit
Antar pemilik atau pemegang saham, dewan komisaris dan direksi.
b.      Dalam arti luas
Antar seluruh pemangku kepentingan.


2.3 Prinsip GCG

Good Corporate Governance merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar dalam membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa kebersamaan, keadilan, optimasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat perkembangan yang penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha.

Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

1.            Vision
Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada adanya visi & strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi dari seluruh anggota dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengembangan supaya semua pihak akan merasa  memiliki dan tanggungjawab dalam kemajuan organisasi atau usahanya.


2.            Participation
Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan suatu organisasi atau badan usaha sedapat-dapatnya melibatkan pihak-pihak terkait dan relevan melalui sistem yang terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi dan penyampaian pendapat.
3.            Equality
Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan member dan menyediakan peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait bagi peningkatan kesejahteraan melalui usaha bersama di dalam etika usaha yang baik.
4.            Professional
Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan “One who engaged in alearned vocation (Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan pekerjaan)”. Dalam konteks ini professional lebih dikaitkan dengan peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat.
5.            Supervision
Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usaha atau organisasi sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara optimal, efektif dan efisien, serta untuk meminimalkan potensi kesalahan atau penyimpangan yang mungkin timbul.
6.            Effective & Efficient
Effective berarti “do the things right”, lebih berorientasi pada hasil, sedangkan efficient berarti “do the right things”, lebih berorientasi pada proses. Apapun yang direncanakan dan dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha harus bersifat efektif dan efisien.
7.            Transparent
Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan membangun kepercayaan yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola dengan masyarakat atau anggotanya melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses, lengkap dan up to date.
8.            Accountability/Accountable
Dalam konteks pembicaraan ini accountability lebih difokuskan dalam meningkatkan tanggungjawab dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam menjawab kepentingan publik atau anggota.

9.            Fairness
Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan sebagai aturan hukum harus ditegakan secara adil dan tidak memihak bagi apapun, untuk siapapun dan oleh pihak manapun.
10.          Honest
Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau badan usaha harus dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis ketidak-jujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar dan merusak tatanan usaha dan kemitraan yang telah dan sedang dibangun. Tanpa kejujuran mustahil dapat dibangun trust dan long term partnership.
11.          Responsibility & Social Responsibility
Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak terkait harus dijalankan dalam kerangka waktu yang jelas dan sistematis. Sebagai warga suatu organisasi, badan usaha dan/atau masyarakat, semua pihak terkait mempunyai tanggungjawab masing-masing dalam menjalankan tugasnya dan juga harus memberi pertanggungjawaban kepada publik, sehingga di dalam suatu tatanan atau komunitas dapat terjadi saling mempercayai, membantu, membangun dan mengingatkan agar terjalin hubungan yang harmonis dan sinergis.

Sedangkan lebih sempit lagi, menurut OECD, prinsip dasar GCG yang dikembangkan adalah :
a.       perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness),
b.      transparansi,
c.       akuntabilitas, dan
d.      responsibilitas







Disamping itu, dalam kaitannya dengan tata kelola BUMN, Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan KEP-117/M-MBU/2002 tentang prinsip GCG, diantaranya:
1.            Kewajaran
Prinsip agar para pegelola memperlakukan pemangku kepentingan secara  adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, dan pemodal) maupun sekunder (pemerintah, masyarakat, dan pihak lain). Prinsip inilah yang memunculkan konsep pengedepanan kepentingan atas stakeholders dan bukan hanya shareholders.
2.            Transparansi
Kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Lebih dalam bahwa, informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan, tidak boleh ada hal-hal tertentu yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, maupun ditunda-tunda pengungkapannya.
3.            Akuntabilitas
Kewajiban bagi para pengelola untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya (reliable) dan berkualitas.
4.            Responsibilitas
Kewajiban para pengelola untuk memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam pengelolaan perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan dan wewenang yang telah  diberikan.

Pertanggungjawaban ini setidaknya mencakup dimensi :
a.       Ekonomi
Diwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi pemangku kepentingan,
 b.                 Hukum
Diwujudkan dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum danperaturan-peraturan yang berlaku ,
c.       Moral
Diwujudkan dalam bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat dirasakansecara menyeluruh dan adil bagi semua pemangku kepentingan,
d.      Sosial 
Diwujudkan dalam bentuk Corporate Social Responsibility(CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam di lingkungan perusahaan,
e.       Spiritual
Diwujudkan dalam bentuk sejauh mana tindakan manajementelah mampu mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yangdiyakininya.
                      
5.            Kemandirian
Suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, bebas dari tekanan serta pengaruh dari pihak manapun yang bertentangan dengan perundangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan yang sehat.
Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentinganshareholders, direktur, dan eksekutif.
Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini membutuhkan pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan. Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan sejalan dengan ekspektasi saat ini.
Peristiwa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mengubah fokus akuntan profesional terhadap perannya sebagai orang yang dipercaya oleh publik. Reputasi dan eksistensi profesi akuntan di masa depan telah menurun di mata publik, sehingga perbaikan serta kesuksesannya kembali tergantung pada perubahan yang akan dilakukan.
Profesi akuntan harus mengembangkan pertimbangan, nilai, dan sifat karakter yang mencakup kepentingan publik, dimana pertimbangan tersebut inheren dengan munculnya akuntabilitas berorientasi stakeholder dan kerangka tata kelola (governance framework). Standar code of conduct yang baru muncul untuk menuntun profesi akuntan serta memastikan bahwa self-interest, bias, dan kesalahpahaman tidak menutupi independensinya.
Globalisasi mulai mempengaruhi perkembangan aturan dan harmonisasi standar akuntan profesional, dan hal ini akan terus berkelanjutan. Sama seperti mekanisme tata kelola untuk korporasi yang menghasilkan batasan dan yurisdiksi domestik, stakeholders di seluruh dunia akan lebih mengutamakan dalam menentukan standar kinerja bagi profesi akuntan. Pekerjaan mereka akan melayani pasar modal dan korporasi global, dan kesuksesannya membutuhkan respek dari karyawan dan partner yang lebih banyak dibandingkan dahulu. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, akan menarik apabila akuntan profesional dapat menggunakan kesempatan yang menunjukkan perannya yang lebih luas.

2.4  Manfaat GCG

Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
1.      Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
2.      Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.
3.      Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4.      Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
5.      Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
6.       Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
7.      Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
8.      Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
9.      Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

2.5  GCG dan hukum perseroan di Indonesia

Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas paying hokum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentan perseroan terbatas. Namun Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Sebagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan perseroan adalah badan hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. pertimbangan tersebut antar alain karena adanya perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hokum, kesadaran social dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Ketentuan yang disempurnakan ini, antara lain:
1.      Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada, seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya (Pasal 77).
2.      Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum dan pengesahan Anggran dasar Perseroan.
3.      Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independent dan komisaris utusan
4.      Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan.

Undang-Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengatur secara eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang ini mengatur secara garis besar tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dan organ minimal yang harus ada dalam perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), direksi, dan Dewan Komisaris.
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:
Ayat 4.      Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Ayat 5.       Direksi adalah Organ Perseoran yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuanperseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggran dasar.
Ayat 6.       Dewan komisaris adalan Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.




Secara spesifik, wewenang, tugas dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat diringkas sebagai berikut:
1.      RUPS
a.       Menyetujui dan menetapkan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat 1)
b.      Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1)
c.       Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat 1 dan Pasal 44 ayat 1)
d.      Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direksi serta laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69)
e.   Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan dividen, serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f.  Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan pailit, perpanjang jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g.      Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 94 dan Pasal 111)
h.      Menetapakan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Psala 96 dan Pasal 113).
2.      Dewan Komisaris
a.   Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan Pasal 114).
b.   Bertanggung jawab rentang secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).
c.   Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan oleh kesalahan dan kelalian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberi nasehat (Pasal 115).
d.   Diberi wewenang untuk membrntuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas Dewan Komiaris.

3.      Dewan Direksi
a.   Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92)
b.   Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97)
c.   Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98)
d.   Wajib membuat daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi (Pasal 100 ayat 1a)
e.   Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b)
f.    Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan dan dokumen perseroan lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan Pasal 2)
g.   Wajib meminta peesrtujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102)

Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi dalam perseroan yang berbadan hokum PT. Anggora Dean Komisaris dan Dewan Direksi diangakt dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dan menjalankan operasi perusahaan.dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hokum.








2.6  Organisasi khusus dalam penerapan GCG    

Meskipun ketentuan mangenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 47 Tahun 2007 dan selanjutnya dituang kembali di dalanm Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat.
Indara Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1.      Komisaris Independen
2.      Direktur Independen
3.      Komite Audit
4.      Sekretaris Perusahaan

Komisaris dan Direktur Independen
Istilah independent sering di artikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak dalam tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi konflik kepentingan. Indra Surya dan Ican Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian independent terkait dengan konsep komisaris dan direktur independent tersebut.
Pertama, komisaris dan direktur independent adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independent (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan, anggota Direksi, dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan perbandingan jumlah suara para pememgang saham. Hak suara dalam RUPS tidak didasarkan atas satu orang sat suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham u\yang dimilikinya. Sebagai konsekunsinya, keputusan penetapan dan pemberhentian anggota komisaris dan direksi akan selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.
Kedua, komisaris dan direktur inderpenden adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kepastian mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalmana, dan keahlian professional yang dimilikinya untuk menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi, pengertiannya disini lebih luas dibandingkan pengertian pertama. Komosaris dan direktur independent dinagkat semata-mata karena pertimbangan “profesionalisme” demi kepentingan perusahaan.
Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang biasa dipakai dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah independent in fact dan independent in appearance.Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang bersangkutan secara fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan aperusahaan dan/atau dengan para pemangku kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan dari pihak luar tentang kenetralan yang bersangkutan. Pada pengetian kedua mengenai komisaris dan direktu independent yang telah disebutkan, pengertian tersebut sama denganpengetian independent in fact yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian ketiga, pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent in appearance juga harus dipenuhi.

Komita Audit
            Undang-Undang Perseroan terbatas Pasal 121 memunginkan Dewan Komisaris untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan yang diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untukmembantu fungsi Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya komite audit ini barangkali disebabkan kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan para direktur dan komisaris yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan.


            Sebagimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite audit adalah membantu dewan komisaris, antara lain:
1.      Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung jawab).
2.      Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi)
3.      Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit ekstenal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas)
4.      Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institutemenyebutkan syarat-syarat untuk menjadi anggota Komite Audit adalah:
a.       Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Direksi
b.      Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar Emiten atau perusahaan public.
c.       Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
d.      Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan dan akuntansi.
e.       Memilki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan.
f.       Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa Audit dan/atau non-audit pada Emiten atau perusahaan public yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaiaman dimaksud dalam Peraturan VIII.A.2. tentang Independensi Akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal.
g.      Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau perushaan public dalan satu tahun terakhir sebelum diangkat komisaris.
h.      Tidak mempunyai saham baik langsung mapun tidak langsung pada emiten atau perusaah public. Dalam hal komite audit memperloeh saham akibat suatu peristiwa hokum, maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
i.        Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktu, atau Pemegang Saham Utama.
j.        Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten.
k.      Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau perusahaan public lain pada periode yang sama
l.        Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Perusahaan Audit.

Aturan mengenai Komite Audit ini, antar alin dapat dilihat pada:
1.      SE Ketua Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit untuk perusahaan public.
2.      Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang pencatatan saham dan efek
3.      Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-133/M-BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.

Sekretaris Perusahaan
            Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan sebagi bagian dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan, dan tanggung jawab seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sudah sangat dikenal. Sekretaris eksekutif biasnya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan para eksekutif puncak suatu perusahaan, seperti: direksi, komisaris atau ekesekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutuf yang bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat, dokuemntasi surat masuk dan surat keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokumen perjalanan dan sebagainya.
            Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsio sebagai pejabat penghubung atau semacam public relation antar perusahaan dengan pihak luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya dibursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumenperusahaan, daftar pemegang saham, risalah rapat direksi dan RUPS serta meyimpan dan meyediakan informasi penting lainya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
            Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada:
1.      Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan bagi Perusahaan Publik.
2.      Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.


2.7 GCG dalam BUMN
Pada awalnya tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum BUMN yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan (Perjan). Tjager dkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut. Contohnya pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi.
Tujuan GCG diatur dalam pasal 4 adalah :
·         Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
·         Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemendirian organ.
·         Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab social BUMN terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
·         Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
·         Menyukseskan program privatisasi.

2.8 GCG dalam pengawasan pasar modal di Indonesia
Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument keuangan jangka panjang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal, antara lain:
1.    Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
2.    Bursa Efek;
3.    Lembaga Kliring;
4.    Investor;
5.    Akuntan public;
6.    Notaris;
7.    Konsultan hukum.


2.9 GCG perbankan Indonesia
Menyadari tata kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata kembali manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No 8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG oleh Bank-bank komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:

a.     Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab,independensi dan kesetaraan
b.            Tujuan implementasi GCG, minimal untuk merealisasikan:
·         Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan komisaris dan Dewan Dereksi
·         Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal audit bank
·         Kinerja ketaan, fungsi auditor internal dan eksternal
·         Implementasi manajemen resiko termasuk system pengendalian internal
·         Ketentuan dalam pihak-pihak terkait dan dana dalam jumlah besar
·         Rencana strategi bank
·         Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan

c.            Jumlah komposisi, kriteria dan independensi Dewan Komisaris
d.            Jumlah, komposisi, kriteria dan independensi Dewan Direksi
e.            Komite
f.             Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal
g.            Implementasi Management Resiko
h.            Ketentuan Dana
i.              Rencana Strategis Bank
j.              Aspek Transparansi Kondisi Bank
k.            Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal
l.              Laporan dan Asesmen Implementasi GCG
m.           Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri
n.            Sanksi-sanksi
o.            Ketentuan Peralihan
p.            Ketentuan Penutup

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum menjalankan governansi.

3.2. Saran
Untuk dapat memperoleh tata kelola perusahaan yang baik, kita perlu memahami lebih dalam tentang Good Corporate Governance yang mana dapat membantu kita membentuk perusahaan yang baik sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh perusahaan sebelumnya. Oleh sebab itu, pembahasan ini dapat membantu para pembaca untuk dapat dijadikan referensi yang mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik. 


Daftar Pustaka
Arafat, Wilson, Mohamad Fajri MP, Smart Strategy for 360 degree GCG (Good Corporate Governance) (October 2009). Skyrocketing Publisher. ISBN 978-979-18098-1-8
Arafat, Wilson, How To Implement GCG Effectively (July 2008). Skyrocketing Publisher.
Becht, Marco, Patrick Bolton, Ailsa Röell, Corporate Governance and Control (October 2002; updated August 2004). ECGI - Finance Working Paper No. 02/2002.
Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG,www.alf.com,2008
http://gustiphd.blogspot.com/2011/10/sejarah-lahir-gcg-dan-perkembangannya.html

http://onvalue.wordpress.com/2007/10/09/sejarah-timbulnya-corporate-governance/